Usaha
Perjuangan Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Pada
bab yang lalu kalian telah mempelajari Perang Dunia II. Tentu kalian masih
ingat bukan akhir dari PD II? Ya, setelah kedua kotanya dibom atom akhirnya
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Akibatnya di Indonesia terjadi
kekosongan kekuasaan. Momentum tersebut dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk
mengumandangkan kemerdekaan. Namun kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa
Indonesia ternyata masih membutuhkan pengorbanan untuk dipertahankan. Bagaimana
bentuk-bentuk perjuangan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan? Agar kalian dapat memahaminya,
maka ikutilah pembahasan berikut ini!
A. Perjuangan Rakyat dan Pemerintah di
Daerah dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Penyerahan kekuasaan Jepang kepada
Sekutu dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC)
di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten. Pasukan Sekutu yang bertugas
di Indonesia adalah Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin
oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. AFNEI merupakan komando bawahan
dari SEAC. Tugas AFNEI di Indonesia adalah:
1. menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang,
2. membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu,
3. melucuti orang-orang Jepang dan kemudian dipulangkan ke negaranya,
4. menjaga keamanan dan ketertiban (law and order), dan
5. menghimpun keterangan guna menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai
penjahat perang.
Pada
awalnya rakyat Indonesia menyambut kedatangan Sekutu dengan senang. Akan tetapi
setelah diketahui NICA ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga
dan bermusuhan. Kedatangan NICA di Indonesia didorong oleh keinginan menegakkan
kembali Hindia Belanda dan berkuasa lagi di Indonesia. Datangnya pasukan Sekutu
yang diboncengi NICA mengundang perlawanan rakyat untuk mempertahankan
kemerdekaan. Berikut ini berbagai perlawanan terhadap Sekutu yang muncul di
daerah-daerah.
1. Pertempuran Surabaya 10
November1945
Surabaya merupakan kota pahlawan.
Surabaya menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama revolusi mempertahankan
kemerdekaan, sehingga menjadi lambang perlawanan nasional. Peristiwa di
Surabaya merupakan rangkaian kejadian yang diawali sejak kedatangan pasukan
Sekutu tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Pada
tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank
Internatio di Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen Mallaby.
Akibat meninggalnya Brigjen Mallaby, Inggris memberi ultimatum, isinya agar
rakyat Surabaya menyerah kepada Sekutu. Secara resmi rakyat Surabaya, yang
diwakili Gubernur Suryo menolak ultimatum Inggris. Akibatnya pada tanggal 10
November 1945 pagi hari, pasukan Inggris mengerahkan pasukan infantri dengan
senjata-senjata berat dan menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Rakyat
Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu. Bung Tomo memimpin rakyat dengan
berpidato membangkitkan semangat lewat radio. Pertempuran berlangsung selama
tiga minggu. Akibat pertempuran tersebut 6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh
pertempuran Surabaya berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk
dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.
2. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal
20 November sampai tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia
melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden
yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pada tanggal 20 November
1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor
Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan gugurnya
Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian
digantikan oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa berhasil dikepung selama 4 hari
4 malam oleh pasukan RI. Mengingat posisi yang telah terjepit, maka pasukan
Sekutu meninggalkan kota Ambarawa tanggal 15 Desember 1945 menuju Semarang.
Keberhasilan TKR mengusir Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa
penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
3. Pertempuran Medan Area 1 Desember
1945
Pada
tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di
Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara
baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk
membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel
Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel
(pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai
pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi
perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada
tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan
Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah
Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan
terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan.
Hal
ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing
yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi
diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan
Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
Terjadinya peristiwa Bandung Lautan
Api diawali dari datangnya Sekutu pada bulan Oktober 1945. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh ultimatum Sekutu untuk mengosongkan kota Bandung. Pada
tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama isinya kota
Bandung bagian Utara selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 dikosongkan
oleh para pejuang. Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh para pejuang.
Selanjutnya tanggal 23 Maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum kembali. Isinya
hampir sama dengan ultimatum yang pertama. Menghadapi ultimatum tersebut para
pejuang kebingungan karena mendapat dua perintah yang berbeda. Pemerintah RI di
Jakarta memerintahkan agar TRI mengosongkan kota Bandung. Sementara markas TRI
di Yogyakarta menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya
para pejuang mematuhi perintah dari Jakarta. Pada tanggal 23-24 Maret 1946 para
pejuang meninggalkan Bandung. Namun, sebelumnya mereka menyerang Sekutu dan
membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar Sekutu tidak dapat menduduki dan
memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung
Lautan Api. Sementara itu para pejuang dan rakyat Bandung mengungsi ke luar
kota.
5. Puputan Margarana 20 November 1946
Perang Puputan Margarana di Bali
diawali dari keinginan Belanda mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Letkol
I Gusti Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa Tenggara, berusaha menggagalkan
pembentukan NIT dengan mengadakan serangan ke tangsi NICA di Tabanan tanggal 18
Desember 1946. Konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai (yang dikenal
dengan nama pasukan Ciung Wanara) ditempatkan di Desa Adeng Kecamatan Marga.
Belanda menjadi gempar dan berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung
Wanara. Pada tanggal 20 November 1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan
serangan dari udara terhadap kedudukan Ngurah Rai di desa Marga.
Dalam
keadaan kritis, Letkol I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah “Puputan” yang
berarti bertempur sampai habis-habisan (fight to the end). Letkol I Gusti
Ngurah Rai gugur beserta seluruh anggota pasukan dalam pertempuran tersebut.
Jenazahnya dimakamkan di desa Marga. Pertempuran tersebut terkenal dengan nama
Puputan Margarana. Gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai telah melicinkan jalan
bagi usaha Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Timur.
6. Serangan Umum 1
Maret 1949
Dalam agresi militer II, Belanda
berhasil menangkap para pemimpin politik dan menduduki ibukota RI di
Yogyakarta. Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan RI telah
dihancurkan dan TNI tidak memiliki kekuatan lagi. Menghadapi tindakan Belanda
tersebut, TNI menyusun kekuatan untuk melawan Belanda. Puncak serangan TNI
adalah serangan umum terhadap kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949, yang
dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelumnya, Letkol Soeharto mengadakan
koordinasi terlebih dahulu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan ini, TNI memakai sistem wehrkreise.
Untuk
memudahkan penyerangan, maka dibentuk beberapa sektor yaitu:
a. sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,
b. sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono,
c. sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno,
d. sektor Kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.
Pada
malam hari menjelang serangan umum, pasukan-pasukan telah merayap mendekati
kota dan melakukan penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949
sekitar pukul 06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan dilancarkan dari segala
penjuru kota. Letkol Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat
sampai batas Jalan Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan
dengan memberikan bantuan logistik. Dalam waktu enam jam kota Yogyakarta
berhasil dikuasai TNI. Pada pukul 12.00 WIB tepat, pasukan TNI mengundurkan
diri. Hal ini sesuai dengan rencana yang ditentukan sejak awal. Bersamaan
dengan itu bantuan Belanda tiba dengan kendaraan lapis baja serta pesawat
terbang. Belanda melakukan serangan balasan.
Meskipun
demikian, serangan umum telah mencapai tujuannya.
Berikut ini tujuan Serangan Umum 1 Maret 1949.
a. Ke dalam
1) Mendukung
perjuangan yang dilakukan secara diplomasi.
2) Meninggikan moral rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.
b.
Ke luar
1) Menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk mengadakan
ofensif.
2) Mematahkan moral pasukan Belanda.
Untuk
mengenang para pejuang dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah
Yogyakarta membangun “Monumen Yogya Kembali”.